Sunday 2 December 2018

Selamat Jalan Bapaknya Adit

Kabar duka menyelimuti keluarga besar Jejak Imaji. Siang tadi Adit mengirim kabar lelayu di WA grup, "Kawan-kawan sekalian, mohon doa supaya bapak saya mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Alfatihah."

Pesan singkat tersebut membuat saya dan teman yang lain kaget. Saya tidak menyangka beliau berpulang secepat itu. Padahal minggu lalu saya bertemu dengannya di acara wisuda. Beliau tampak sehat tanpa kurang suatu apapun. Senyumnya merekah sekali menyaksikan anaknya meraih gelar sarjana. 

Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu.

Saya sangat paham suasana hati Adit saat ini. Saya pernah berada di posisinya. Saya ditinggal sosok Bapak waktu masih kelas 6 SD. Usia yang sangat belia untuk kehilangan sosok panutan hidup. Suasana hati saya remuk kala itu. Namun, saya dan keluarga tidak bisa berbuat banyak. Barangkali itu sudah garis takdir. Bapak jadi bebas dari stroke yang dideritanya selama enam tahun. 

Kembali ke Adit. Ditinggal orang terkasih memang tidak pernah menyenangkan. Kepergian selalu menyisakan pilu yang mendalam, bahkan berlarut-larut. Saya mengenal bapaknya Adit sekitar tiga tahun lalu. Tepatnya di momen Idul Adha. Waktu itu bersama teman-teman Jejak Imaji bertandang ke Banjarnegara dan menginap di rumahnya. 

Bapaknya Adit adalah tipe bapak yang peduli dan humoris. Ketika berada di rumahnya, tidak jarang dia memberikan arahan kepada kami yang masih muda untuk menentukan tujuan hidup dan mengejarnya sampai dapat. Tidak jarang petuahnya diselipkan humor khas Banjarnegara yang membuat kami terpingkal. 

Selain itu, beliau juga sosok pendengar dan pencerita yang ulung. Ketika kami ngobrol, dia menyimak dengan seksama, sesekali juga menimpali. Satu cerita dari beliau yang membekas di ingatan saya adalah usahanya dalam merebut dan merawat cintanya dengan sang istri, ibunya Adit. Dulu waktu masih muda, ketika benda bernama hape apalagi internet belum ada, beliau mengandalkan surat sebagai tali untuk mengikat debar cinta mereka. Surat cinta tersebut tidak jarang diselipkan puisi romantis khas anak muda. Bakat menulis puisi tersebut yang barangkali mengalir dalam diri Adit sekarang ini. 

Saya tidak punyak banyak memori tentang bapaknya Adit. Perjumpaan saya dengan beliau hanya tiga kali. Meski singkat, tapi saya bisa mengambil sebuah pelajaran hidup darinya. 

Dit, bapak sudah tenang di sana. Kamu yang ikhlas ya. Sabar.

Alfatehah. 

No comments:

Post a Comment