Thursday 19 October 2017

Suzuki Shogun Adalah Sebenar-benarnya Pahlawan


Motor bagi saya adalah nyawa. Laju kehidupan saya hingga semester sembilan di kota pelajar ini paling besar ditopang oleh motor.  Meski begitu, saya kerap abai dengan kondisinya.

Motor Suzuki Shogun 110 cc yang saya miliki sejak semester satu adalah sebenar-benarnya pahlawan. Ia adalah my hero dalam berbagai hal. Mulai dari kendaraan untuk jalan bareng bribikan (meskipun sering ditolak karena kondisinya yang jauh dari kata layak), kuliah, liputan, warung kopi hingga demo.

Motor pribadi pertama saya ini memang jauh dari kata manusiawi, tapi saya akan selalu berdiri paling depan jika ada yang melecehkannya. Saya juga tidak pernah menjadikannya kendaraan untuk melakukan perbuatan tercela bin hina. Saya menamai kuda besi ini sebagai si Jago.

Jago saya beli di penghujung 2013 di sebuah toko jual-beli motor bekas di sekitar kampus. Waktu itu saya membelinya dengan mahar 4,6 juta. Sebagai motor keluaran 2004, si Jago waktu itu tidaklah terlalu mahal, meski juga tidak patut dikatakan murah. Dalam sekali lirikan, tanpa berpikir panjang ia langsung saya beli.

Sejak pertama kali mengendarainya saya langsung merasa nyaman dan secara perlahan jatuh cinta. Bahkan saking cintanya, saya tidak pernah mengganti satu pun suku cadangnya sejak dibeli (ini alasan aja sih, padahal gak punya duit). Saya membiarkannya menua secara alami. Rem depannya sudah lama ompong, lampu depan sudah lama rabun dan pita klaksonnya sudah lama membisu. Meski begitu, dia akan selalu menjadi pahlawan. 

Friday 13 October 2017

Bullying Adalah Bom Waktu Bagi Generasi Kita


Sumber foto : Republika.co.id

Dewasa ini bullying adalah sesuatu yang mengkhawatirkan. Sudah banyak siswa sekolah bunuh diri karena tidak tahan dibully. Tentu masih basah dalam ingatan kita seorang siswi SMA berusia 16 tahun di Riau yang memilih mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke sungai lantaran tidak sanggup menghadapi bullying yang dilakukan teman sekolahnya. Siswi itu bernama Elva Lestari. Elva sebelumnya sudah meminta kepada orang tuanya untuk pindah sekolah, namun tidak direspon.

Melihat peristiwa Elva, saya jadi teringat masa-masa belasan tahun silam ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya beserta teman-teman yang lain pernah melakukan aksi bullying. Orang yang menjadi korban waktu itu teman sekelas bernama Ulfa (bukan nama sebenarnya). Ulfa menjadi bahan tertawaan karena bersekolah sambil berjualan pisang goreng dan es lilin.

Sampai detik ini saya tidak paham apa yang salah dengan seorang siswa yang sekolah sambil berjualan. Sejauh yang saya ingat, Ulfa memang siswa yang paling beda waktu itu. Seorang teman kemudian memanggilnya Nenek Piah. Di kantin sekolah kala itu ada seorang nenek bernama Piah yang juga berjualan pisang goreng.

Mendengar sebutan Nenek Piah, saya jadi ikut-ikutan memanggilnya demikian. Saya masih ingat dengan jelas raut muka Ulfa ketika dipanggil Nenek Piah. Pasca menyandang nama baru itu, Ulfa jadi lebih pendiam dan hampir menangis setiap hari.