Thursday 15 November 2018

Merayakan HAM di Wonosobo


Awal mula adalah iseng belaka.

Saya mendapati pamflet pendaftaran peserta fellowship Festival HAM 2018 dari rekan kerja. Dia menyodorkan pamflet digital itu dengan semangat. Dia mengajak saya mendaftar dan memenuhi syarat yang tertera. Saya merespon ajakan tersebut biasa saja, bukan karena saya tidak menyukai isu HAM, tapi mengikuti fellowship terlebih festival sudah saya lakukan sejak awal berstatus mahasiswa. Menjelang akhir kelulusan kuliah saya memang sengaja mengurangi kegiatan sejenis itu. Cukuplah waktu empat tahun sebelumnya saya gunakan menjadi aktivis workshop. Haha.

Akan tetapi, seusai makan siang saya melihat kembali pamflet Festival HAM. Jam makan siang kerap membuat saya gabut dan browsing tidak jelas. Daripada geser kursor tidak jelas, mending saya daftar dan mengisi syarat yang diminta, pikirku. Dalam waktu 30 menit, syarat menulis alasan mendaftar yang panjangnya kira-kira 2000 kata tersebut selesai. Saya kirim kemudian selesai. Saya tidak berharap banyak dari tulisan yang saya buat mendadak dan dalam waktu singkat itu. Saya bahkan lupa dengan apa yang saya tulis.

Dua minggu berselang, nomor tidak dikenali masuk ke hape saya. Suara di seberang mengabarkan bahwa saya lolos seleksi dan masuk sebagai peserta fellowship Festival HAM yang berlangsung pada 13-15 November di Wonosobo. Saya heran sambil tersenyum dengan kabar itu. Bingung apakah harus bahagia atau sedih. Tapi karena festival ini berisi banyak diskusi panel dan pleno tentang HAM saya tentu senang. Kapan lagi menghadiri acara keren yang segala akomodasinya ditanggung, batinku. Kabar baik itu saya anggap sebagai rejeki anak soleh. Hehe.