Tuesday 29 November 2016

Selamat Menikah, Mas Yudha

Selain rejeki dan kematian, misteri lain yang dirahasiakan ilahi adalah jodoh. Saya selalu was-was ketika berbicara soal jodoh. Saya bertanya-tanya seperti apa gerangan jodoh saya kelak, cantik- kah, baik hati-kah, berambut sebahu-kah, bule-kah? Entahlah, itu rahasia Tuhan yang paripurna.
  
Tapi kawan saya satu ini (saya panggil kawan aja biar terkesan egaliter), sudah tidak perlu lagi menerka-nerka seperti apa jodohnya itu. Di usianya yang sebentar lagi menginjak kepala tiga (ciee tua), kawan saya ini sudah berhasil memecahkan salah satu misteri ilahi.

Saya mengenal Prayudha Magriby lumayan lama, sekitar tiga tahun. Saya menganggapnya sebagai guru, kakak, teman sekaligus musuh. Sebagai seorang dosen linguistik yang memiliki pengetahuan jurnalistik yang memadai, berdiskusi untuk menyedot ilmu darinya amatlah menggembirakan. Akan tetapi, intensitas diskusi ini amat jarang terjadi. Ia lebih suka mengarahkan pembicaraan ke soal asmara. Urusan asmara hampir tidak pernah luput dibahas setiap kali ngopi.

Ia paling hobi mengusik kedamaian jomblo saya. Ketika ngopi, Ia akan selalu membuka pembicaraan begini, “Kamu itu lho, gondrong tapi masak satu cewek pun nggak bisa dapat. Payah!”

Saya tidak paham, apa kaitan antara gondrong dan punya pacar. Seolah setiap lelaki gondrong sudah pasti dapat pacar.
 Kejombloan saya ini kemudian menjadi bahan empuknya dalam berkarya Meme. Pak Raden Muhammad Ali mungkin paham bagaimana darah seni mengalir dalam sosok dosen energik satu ini. Hampir semua foto teman-temanya disulap menjadi meme, tak terkecuali saya. Jika dihitung, tema meme terbanyak yang dibuatnya adalah tentang kisah asmara saya yang mengenaskan. Karyanya bisa dengan mudah kita jumpai di grup WhatsApp masing-masing.

Tapi, saya bukanlah tipe orang yang diam menerima kedzoliman, saya lantas berbalas meme. Tema yang paling sedap dijadikan meme adalah kisah asmaranya yang berlangsung tujuh tahun namun kandas oleh polisi tidur (mungkin kawan Yudha belum cerita ini kepada istrinya. Mbak Tyas, kamu harus tau ini).

Selain energik dan periang, kawan saya ini juga memiliki sifat kewanita-wanitaan. Bagi kamu yang sering menghabiskan waktu berjam-jam bersamanya, pasti akan sering melihatnya mengusap air mata. Di samping itu, ia paling tidak terima jika namanya ditulis tanpa H. Prayudha menjadi Prayuda. Jangan sekali-kali melakukan itu.

Meski kami terpaut usia yang begitu jauh, tapi kawan saya ini tidak pernah memposisikan dirinya sebagai tetua yang haus akan hormat. Ia memposisikan dirinya secair mungkin. Ia paham mesti bersikap apa dengan lawan bicaranya. Pernah suatu malam, ketika kami dan teman-teman yang lain pergi ke tempat karaoke. Sembari duduk menunggu giliran, ia tiba-tiba menyenggol kaki saya sebagai tanda bahwa ada perempuan memakai rok mini ke arah kami, “Itu lho,” bisiknya genit.

Di samping itu, saya juga mengenalnya sebagai dosen yang rock n roll. Bisa dihitung jari jumlah dosen yang dengan santai cerita kepada mahasiswa tentang kesehariannya mengajar, dan pak Yudha adalah salah satunya. Pernah di suatu pagi ia ada jadwal mengajar jam tujuh, tapi karena malamnya begadang, ia kebablasan. Ia terbangun jam delapan lebih setelah ditelpon oleh salah satu mahasiswanya. Dengan nada enteng ia menjawab, “Sory, aku ketiduran. Ini otw kelas sekarang.” Bermodalkan cuci muka ia tancap gas ke kampus. Kurang rock n roll apa coba?

Selain itu, beberapa hari sebelum hari bahagianya itu tiba, ia masih terlihat mondar-mandir di warung kopi.
“Lho, mas, kok belum pulang buat persiapan?” Tegur saya.

“Belum sempat e, ibuku juga nelpon terus. Dia sampai marah-marah. Kamu serius gak sih mau nikah?” ucapnya terkekeh meniru yang dikatakan ibunya.

Dan pada akhirnya, kemarin siang, lelaki kelahiran Sidareja, Cilacap ini resmi kehilangan masa lajangnya. Ia menikahi seorang perempuan dari desa sebelah, Tyas namanya. Perempuan cantik ini telah siap menerima segala kekurangannya. Perempuan yang satu almamater dengannya ini akan selalu menemai hidupnya.

Sebuah kehormatan bagi saya beserta rombongan bisa ikut hadir menyaksikan momen bahagia itu. Saya melihat kawan Yudha, duduk di kursi pelaminan, tak henti-hentinya menebar senyum. Mungkin dalam benaknya para tamu undangan yang hadir adalah para pemudi yang siap untuk dibribik. Astagfirullah!

Sore itu Sidareja sedang dingin-dinginya. Hujan terus berjatuhan sejak siang. Tapi, kawan Yudha tentu tidak akan lagi merasakan dingin brengsek itu, karena sudah ada yang memeluk. Halal lagi.

Yudha dan Tyas, hanya tulisan tidak penting ini yang bisa saya berikan. Semoga tulisan ini menjadi yang pertama dan terakhir, sebab saya tidak ingin menulis catatan pernikahan tuk kedua kalinya.

Semoga menjadi keluarga Rock n Roll.

Amin.

*Tulisan ini sebagai  wujud syukur atas hilangnya masa lajang Mas Yudha pada tanggal 9 November 2016.

No comments:

Post a Comment