Wednesday 1 April 2015

Surat untuk Mahasiswa


Semakin hari kehidupan mahasiswa semakin kosong, tidak ada hal lain yang membuat hiudp mereka menjadi berarti. Kuliah- pulang, kuliah- nongkrong adalah rutinitas sehari hari. Gaya hidup menjadi sebuah kebanggaan yang selalu ditonjolkan, padahal tidak bermakna apa apa. Penampilan harus terlihat sempurna dengan segala oranamen yang menempel, sedangkan penampilan otak adalah hal yang kesekian. Individualisme dan apatisme dalam bermasyarakat adalah konsekuensi logis dari sikap tersebut. Mengutamakan diri sendiri merupakan hal wajib untuk
dilakukan dan acuh dengan kondisi orang sekelilingnya.
            Ada persaan sedih yang menyayat hati ketika membaca literasi mengenai mahasiswa jaman mbien kemudian coba saya bandingkan dengan sekarang. Di zaman dahuulu mahasiswa bergerak bahu membahu demi mencapai tujuan bersama, kemerdekaan, kebebasan dan kesejahtraan. Satu hal yang bisa dipetik adalah gaya hidup dan prilaku yang tidak menonjolkan fisik melainkan otak yang sebagai kemudi  dalam diri sendiri. Penampilan merupakan sunah, bahkan tidak wajib untuk diperhatikan. Namun saat ini nampak ada degradasi moral yang terjal menimpa mahasiswa. Tentu banyak faktor menyebabkan kenapa perubahan itu terjadi, selain faktor sosial budaya karena manusia hidup terus berkembang karena sifatnya yang dinamis, ada factor lain, yakni Kapitalisme. Namun akan terasa tidak bermoral jika kita mengkambinghitamkan kapitalisme menjadi motor penggerak perubahan tersebut.
            Terlepas dari penyebab mandulnya gerakan mahasiswa di atas, coba kita perhatikan kehidupan mahasiswa dalam kampus dewasa ini. Mereka seperti robot yang hanya bergerak ketika ketika dosen memberikan tugas dan tidak berbuat apapun diwaktu senggang selain ngumpul dan berbicara ngalor ngidul tidak karuan. Tentu tidak ada yang salah dengan aktivitas seperti itu, bukan berarti saya iri atau apa karena tidak bisa meniru hal tersebut, namun diwaktu mereka terdaftar dan menyandang status sebagai mahasiswa, beban lain sudah bercokol di pundaknya. Agen perubahan, control social adalah gelar yang didapat sebelum memperoleh status sarjananya. Tapi, jangan sampai kita terbuai dengan idiom yang terkesan heroic tersebut, jangan sampai penggabungan dua kata Maha dan Siswa ini kosong, tidak bermakna.
            Perjuangan memang akrab ditelinga mahasiswa,karena ketika berkaca dari sejarah semua perubahan yang terjadi adalah perjuangan yang dilakukan mahasiswa. Akan tetapi saat ini kata Perjuangan tidak bisa diartikan secara tekstual, karena perjuangan sekarang ini tidak lagi dalam hal meraih kebebasan ataupun kesejahtraan. Perjuangan mahasiswa telah bergeser dari sesuatu yang heroik menjadi herocyn. Perjuangan yang dilakukan sekarang         tidak lebih dari sebatas berjuang merebut pujaan hati, melawan kelaparan di akhir bulan, menaklukan pengawas saat ujian dan berjuang meninggikan IPK setinggi tingginya. Perjuangan yang terakhir tadi bukanlah hal yang salah, tetapi akan menjadi keliru ketika yang menjadi tujuan hanya deretan angka pemuas hati, baik hati orang tua maupun calon mertua.
            Mahasiswa tidak menyadari eksistensi mereka di kampus untuk siapa dan oleh siapa, mereka hanya mengerti berlajar di kelas dan menunggu hasil di akhir semester, sedangkan realitas masyarakat masih jauh dari kata sejahtera dan mereka tidak mengetahuinya, atau mungkin tidak mau tahu. Ketidaktahuan dan ketidakmengertian ini bisa saja terjadi oleh beberapa hal, yang pertama kurangnya kepekaan dari mahasiswa sehingga mereka tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, ketidakperdulian kampus dalam membina peserta didik menjadi pribadi yang unggul dan berguna bagi masyarakat. Ketiga tidak adanya kontemplasi yang mendalam sehingga ketimpangan sosial yang terjadi dianggap sesuatu yang seharusnya terjadi. Tiadanya kontemplasi ini tidak hanya ada pada mahasiswa, tapi juga pihak kampus. Karena kampus sebagai garda terdepan pemberi pendidikan harus jeli melihat kondisi sosial masyarakat sehingga peserta didik bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.
****
Tentang Penulis
Penulis bernama lengkap Lalu Bintang Wahyu Putra saat ini berstatus mahasiswa jurusan sastra Inggris, Fakultas Sastra, Budaya dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Saat ini juga aktif di Lembaga Pers Mahasiswa POROS UAD.

No HP : 081-914-797-429

No comments:

Post a Comment