Thursday 2 April 2015

Pukul Dua Dini Hari



Kukkuruyuuukk…. Kukkuruyuuukk
                Tepat pukul 02.00 Marlam bangun dari tidurnya lalu bergegas menuju pasar membawa sayuran dan barang dagangan  yang telah ia persiapkan sebelum tidur tadi. Diayunya pedal sepeda warisan ayahnya enam tahun lalu. Seperti biasa, satu kilometer sebelum sampai pasar ia mampir ke rumah Banun untuk berangkat bersama. Banun orangnya memang sulit bangun, harus ditarik tarik terlebih dahulu baru sadar.  Sudah delapan tahun ia berteman dengan Banun dan rutin berjualan di pasar bersama. Sesampainya di pasar mereka menuju ke lapak masing masing untuk menjajakan barang dagangan. Pada pukul 01.00 pasar itu memang sudah ramai dikerumuni pembeli, maka pasar itu dinamakan pasar Dendeng, pasar yang bukan di
ni hari.
“Bagaimana kondisi Rodin, sudah tidak rewel lagi ?”, Tanya Banun sembari memotong daging jualanya.
“Semenjak ia kubawa ke mbah Surip malah jadi pendiam”,
“Bagus dong berarti ?”,
“Iya, tapi aku mulai khaw"atir “,
“Khawatir kenapa ?”,
“Dia menjadi pemurung dan tidak pernah keluar kamar pada pukul 20.00 malam untuk film Raden Kian Santang kesukaanya”,
“Eh, itu bu Nur belum balik juga semenjak kena razia Sat Pol PP dua hari yang lalu. Kata  Banun menyela”.
                Marlam hanya memandang lapak Nur lalu fokus menata dagangannya kembali. Memang dua minggu terakhir ini petugas keamanan sedang gencarnya merazia gembel yang menurutnya mengganggu keindahan kota. Minggu sebelumnya di pasar Batujai bapak bapak tukang sol sepatu dan penjual roti kukus di bawa ke balai rehabilitasi. Tidak jelas apa yang dilakukan di tempat tersebut, yang pasti setiap orang yang keluar, kembali melakukan rutinitas sebelumnya. Menurut pengakuan orang yang telah keluar dari rumah tersebut ia diberi pelatihan keterampilan dan setelah dirasa mampu kemudian dibebaskan.
“Nek aku seneng diberi pelatihan menjahit, tapi setelah keluar aku  mau bagaimana ? wong modal aja aku gak punya?”, curhat Akim.
“Nek aku yo mangkel tenan. Aku ra ngerti kok awaku di razia pisan ? salahku opo kurangku opo ? mereka menuduhku gepeng”, Balas Udin.
                Tiba tiba pria berwajah tirus disampingnya menyaut dan menjelaskan bahwa pemerintah masih gamang dengan peraturan Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) tersebut. Kalau dalam peraturanya yang disebut gepeng adalah orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan KTP.
“Lah, Aku Omah duwe, KTP duwe?”, potong Akim
“Yo mangkane pak, pemerintah iki iseh galau karo kebijakane dewe”.
****
                Hari ini Marlam memilih pulang lebih awal karena masih khawatir dengan kondisi anaknya yang tiba tiba berubah sekembalinya dari dukun, terlebih dini hari tadi ia tidak mempersiapkan sarapan untuknya.
“Dia pasti sudah ngamuk ngamuk”, Pikirnya
                Setibanya di perempatan jalan ia kaget karena banyak teman temanya di pasar berlarian kesana kemari tak tahu arah. Dia berhenti mengayunkan sepeda dan bertanya namun tidak ada yang menjawab.
Ayo ikut kami, hardik petugas dari belakang sambil memegang tubuhnya.
                Marlam hanya diam tanpa berbicara sepatah pun. Ia tahu kalau dia akan direhabilitasi dan akan diberi keterampilan. Namun hal tersebut akan sia sia, karena seberapa mahir pun ia dari pelatihan tersebut ia tidak akan punya modal untuk membuka usaha lain selain berjualan sayur di pasar. Air matanya keluar, ia ingat anaknya dirumah yang sampai siang ini belum makan. Dia diam menundukan kepala di mobil petugas  yang membawanya ke tempat penampungan. Sepanjang perjalanan hanya anaknya yang dipikirkan.
                Kagetnya bukan main setibanya di penampungan, ia menemukan anaknya tertunduk kaku disudut tempat tersebut. Dipeluknya anaknya erat. Namun anaknya tetap menunduk tidak berbicara apapun. Rupanya ia masih murung. Ditanyanya kenapa bisa sampai di tempat ini. Anaknya tetap diam, seolah olah tidak terjadi apa apa.
                Dua minggu dipenampungan, merasa bekal ilmunya sudah cukup untuk membuka usaha baru. Tapi Marlam tetap bingung mau nyari modal dari mana. Pemerintah hanya memberikan bantuan keterampilan, sedangkan modal untuk mewadahkan keterampilan tersebut tidak ada. Akhirnya Marlam memilih kembali ke jalan awal hidupnya. Dua bulan berselang, ia kembali ditangkap dan kembali melakukan aktifitas yang sama setelah keluar. Keterampilan yang didapat hanya sebatas pengetahuan yang tidak bertuan.

Jejak Imaji, 03 April 2015, Yk


No comments:

Post a Comment