Thursday 2 April 2015

Politik Cari Muka


            Kata mencari selalu identik dengan usaha menemukan barang yang hilang atau menggapai apa yang dicita-citakan. Sekarang ini Mencari tidak tidak bisa diartikan secara tekstual, yakni hanya untuk menemukan barang yang hilang, tapi kata mencari dalam tulisan ini harus dimaknai dengan suatu usaha mencapai keinginan dengan membuat citra yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi asli: Cari Muka. 

            Frasa Cari Muka sama halnya dengan kata Mencari yang tidak bisa difenisikan secara mentah, karena akan terkesan dangkal nalar kita jika mendefinisika secara mentah. Cari Muka selama ini berkonotasi dengan hal-hal yang bersifat negatif yang penuh dengan intrik kepentingan, baik individu ataupun kelompok. 

            Dalam tulisan ini coba kita bandingkan dua kata yang menjadi entitas judul
tulisan ini Ppolitik Mancari Muka). Berbicara politik berarti kita membahas tentang seni mengelola orang banyak (Mariam Budiardjo, 2007), yang diamana untuk mencapai suatu tujuan maka hadirlah partai  politik yang menjadi kendaraan untuk mencapai kepentingan bersama. Namun dalam praktiknya, setiap penumpang dalam kendaraan yang bernama partai Politik ini tidak semuanya menyepakati rute yang telah ditentukan Masinis (ketua parpol), maka tak ayal dalam perjalananya pun parpol kerap kandas. Entah itu karena berbenturan ideologi tiap penumpang atau karena ada kelompok yang merasa  aspirasinya tidaktersalurkan. Dalam kondisi demikian, kelompok yang tidak didengar (tertampung aspirasinya) dan kelompok yang terdengar (aspirasinya ditampung) akan melakukan berbagai macam cara untuk mewujudkan kepentinganya. Karena terdengar atau pun tidak kedua kelompok tersebut belum tentu merasa aman dikarenakan Masinis (pemuncak jabatan) akan menuruti kehendak orang yang tampil terbaik didepanya.


            Melihat gambaran di atas, dirasa mirip dengan apa yang terjadi di tubuh Partai Golongan karya. Dualisme  paham yang terjadi bukanya memperbanyak referensi tujuan, melainkan mengaburkan cita-cita bersama yang menjadi tujuan tersebut. Kedua kelompok penumpang yang sedang berkonflik tersebut manufer yang digencarkan semakin kreatif dan reaksioner. Setiap ada celah berupaya ditembus tiap kelompok guna mencapai tujuan. Politik cari muka bahkan sudah menyasar kedalam satu kelompok yang menumpangi kendaraan (parpol) yang sama, yang seharusnya hal ini  tidak terjadi. Jika yang berkonflik adalah kendaraan yang berbeda kepentingan maka hal tersebut lumrah terjadi, karena bertujuan mencari muka. Akan tetapi di dalam konflik kendaraan yang bernama Golkar ini mereka mencari muka kepada siapa ? toh mereka satu kendaraan ?


            Sudah jelas yang menjadi Masinis tempat mereka mencari muka adalah Rakyat. Karena di dalam Negara demokrasi rakyat adalah hakikat wajib yang menentukan arah suatu kendaraan. Namun akan menjadi lucu karena mereka mencari muka bukan dengan menonjolkan kelebihan masing masing, yang mereka lakukan justru sebaliknya.

            Hal ini jelas bukan suatu yang sehat di dalam kehidupan berdemokrasi. Parpol sebagai kendaraan sudah sepatutnya menunjukkan citra positif di depan rakyat, bukan justru membantu menurunkan niat mencapai cita-cita bersama. Nampaknya Parpol masih belum memahami secara benar bahwasanya Demokrasi yang baik tercermin dari Parpol yang sehat.

No comments:

Post a Comment