Kata mencari
selalu identik dengan usaha menemukan barang yang hilang atau menggapai apa
yang dicita-citakan. Sekarang ini Mencari tidak tidak bisa diartikan secara
tekstual, yakni hanya untuk menemukan barang yang hilang, tapi kata mencari
dalam tulisan ini harus dimaknai dengan suatu usaha mencapai keinginan dengan
membuat citra yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi asli: Cari Muka.
Frasa Cari
Muka sama halnya dengan kata Mencari yang tidak bisa difenisikan secara mentah,
karena akan terkesan dangkal nalar kita jika mendefinisika secara mentah. Cari
Muka selama ini berkonotasi dengan hal-hal yang bersifat negatif yang penuh
dengan intrik kepentingan, baik individu ataupun kelompok.
Dalam
tulisan ini coba kita bandingkan dua kata yang menjadi entitas judul
tulisan
ini Ppolitik Mancari Muka). Berbicara politik berarti kita membahas tentang
seni mengelola orang banyak (Mariam Budiardjo, 2007), yang diamana untuk
mencapai suatu tujuan maka hadirlah partai
politik yang menjadi kendaraan untuk mencapai kepentingan bersama. Namun
dalam praktiknya, setiap penumpang dalam kendaraan yang bernama partai Politik
ini tidak semuanya menyepakati rute yang telah ditentukan Masinis (ketua
parpol), maka tak ayal dalam perjalananya pun parpol kerap kandas. Entah itu
karena berbenturan ideologi tiap penumpang atau karena ada kelompok yang
merasa aspirasinya tidaktersalurkan.
Dalam kondisi demikian, kelompok yang tidak didengar (tertampung aspirasinya)
dan kelompok yang terdengar (aspirasinya ditampung) akan melakukan berbagai
macam cara untuk mewujudkan kepentinganya. Karena terdengar atau pun tidak
kedua kelompok tersebut belum tentu merasa aman dikarenakan Masinis (pemuncak
jabatan) akan menuruti kehendak orang yang tampil terbaik didepanya.
Melihat
gambaran di atas, dirasa mirip dengan apa yang terjadi di tubuh Partai Golongan
karya. Dualisme paham yang terjadi
bukanya memperbanyak referensi tujuan, melainkan mengaburkan cita-cita bersama
yang menjadi tujuan tersebut. Kedua kelompok penumpang yang sedang berkonflik
tersebut manufer yang digencarkan semakin kreatif dan reaksioner. Setiap ada
celah berupaya ditembus tiap kelompok guna mencapai tujuan. Politik cari muka
bahkan sudah menyasar kedalam satu kelompok yang menumpangi kendaraan (parpol)
yang sama, yang seharusnya hal ini tidak
terjadi. Jika yang berkonflik adalah kendaraan yang berbeda kepentingan maka
hal tersebut lumrah terjadi, karena bertujuan mencari muka. Akan tetapi di
dalam konflik kendaraan yang bernama Golkar ini mereka mencari muka kepada
siapa ? toh mereka satu kendaraan ?
Sudah jelas
yang menjadi Masinis tempat mereka mencari muka adalah Rakyat. Karena di dalam
Negara demokrasi rakyat adalah hakikat wajib yang menentukan arah suatu
kendaraan. Namun akan menjadi lucu karena mereka mencari muka bukan dengan
menonjolkan kelebihan masing masing, yang mereka lakukan justru sebaliknya.
Hal ini
jelas bukan suatu yang sehat di dalam kehidupan berdemokrasi. Parpol sebagai
kendaraan sudah sepatutnya menunjukkan citra positif di depan rakyat, bukan
justru membantu menurunkan niat mencapai cita-cita bersama. Nampaknya Parpol
masih belum memahami secara benar bahwasanya Demokrasi yang baik tercermin dari
Parpol yang sehat.
No comments:
Post a Comment