Sudah saatnya politik tidak melulu
dipandang sebagai dunia yang ngeri, angker dan penuh intrik. Stigma tersebut
harus didekontruksi menjadi sesuatu yang unyu, imut, lucu dan menyegarkan.
Selama ini pandangan kita terjebak pada pandangan bahwa politik sebagai
panglima untuk meraih kekuasaan, dan jika menyinggung kekuasaan yang terlintas
di benak kita cenderung upaya pemaksaan dan usaha untuk saling mempengauhi.
Politik selama ini dicurigai sebagai sektor yang kotor, semua orang yang terlibat
di dalamnya tidak baik dan destruktif. Tidak salah jika streotip seperti itu
muncul, karena memang ulah pemainya yang bermain kotor. Hampir tidak ada
hiburan yang menggelitik yang muncul dalam sector ini, rakyat hanya
dipertontonkan
taktik dan formasi kotor.
Pelaku politik (Politikus) selama ini
terlalu serius dalam menyikapi setiap konflik yang terjadi, baik internal
parpol maupun eksternal. Mereka selalu bermain dengan cara dan sistem yang
sama, tapi mengharapkan perolehan suara yang berbeda. Tindakan seperti ini
adalah tindakan gila, jika mengutip apa yang dikatakan Albert Einstein
bahwasanya hanya orang gila yang mengharapkan hasil yang berbeda dengan cara
yang sama.
Politikus yang selalu ribut di
parlemen ataupun di kantor parpol masing-masing adalah orang yang terlalu serius
dalam menyikapi masalah. Mereka tidak berupaya menyikapi suatu masalah dari
sudut pandang yang lain, seperti humor dan guyonan
sehingga masalah muncul berujung
anarkis. Kita (manusia) nampaknya tidak pernah berkontemplasi terlalu dalam penyebab
kenapa dunia ini dipenuhi oleh perang, itu karena mereka terlalu serius dalam
menyikapi masalah. Coba kalau menyikapinya dengan bercanda, otomatis perangnya
pun hanya candaan.
Entah apa yang aneh dengan dunia
bernama politik ini, orang yang berkecimpung di dalam sebuah partai politik
terkesan dibonsai sedari awal untuk menirukan pendahulunya (senior). Semacam
ada kulur yang berkembang dan memaksa tiap kader untuk bersikap demikian.
Bahkan orang yang sebelumnya humoris dan lucu, setelah masuk politik hidupnya
berubah 180 derajat. Ambil contoh, Eko Patrio, Anang hermansyah, Desi
Ratnasari, Rano karno, Dedi Mizwar mereka semua adalah publik figure yang
ternama dalam jagad hiburan. Namun hal tersebut terenggut setelah mereka
berpindah dunia.
Konflik antar parpol dan internal
parpol disebabkan karena mereka (Politisi) berpandangan bahwa eksistensi akan
meroket jika mempertontonkan keseriusan dalam bekerja dihadapan konstituen,
dengan harapan konstituen tidak kecewa dan memilihnya kembali. Kita sebut
konflik yang sedang hangat-hangatnya terjadi, seperti konflik internal partai
Golkar yang terpecah menjadi dua kubu karena adanya perbedaan kepentingan dalam
tubuh partai. Dan bahkan mereka memperebutkan kantor fraksi di DPR yang diikuti
drama pencongkelan pintu kantor fraksi. Ada juga kasus partai PAN yang pada
februari kemaren mengadakan Munas yang menaikkan Zulkifli Hasan sebagai ketua
partai. Konflik terhangat yang sudah lama terjadi ialah perseteruan antara DPRD
DKI Jakarta dengan Gubernur Jakarta. Perseteruan kedua kubu sudah memanas
semenjak Ahok masih menjabat sebagai Wakil Gubernur, kemudian berlanjut sampai
menjadi Gubernur. Perseteruan dan permusuhan yang terjadi merupakan konsekuensi
logis dari dari apa selama ini mereka lakukan.
Pelaku politik sudah saatnya merombak
sistem yang selama ini bercokol. Cara bermain yang kadalwarsa dan penampilan
yang membosankan harus disingkirkan, karena dengan merubah wajah perpolitikan
tersebut, secara otomatis stigma yang selama ini menempel pada pelaku politik
pun berubah, dari yang sebelumnya dianggap kotor menjadi bersih dan rakyat akan
berpandangan positif dan cenderung akan menghormati para Wakilnya.
Sudah sepatutnya mereka (politisi)
sadar bahwa apa yang mereka lakukan selama ini diawasi oleh rakyat, konflik
yang mereka timbulkan justru memperparah kehidupan rakyat yang semakin melarat
karena harga yang menjerat perut mereka.
Pelaku politik seharusnya bisa
belajar dari komedian bagaimana cara menghibur dan dicintai oleh rakyat, mereka
harus bisa berkarya sehingga bisa mempunyai daya tawar, bukan malah berjanji
kosong lalu mengeruk harta negara. Sudah sepatutnya mereka sadar, sifat yang
selalu serius itu mencerminkan sesuatu yang tidak manusiawi, rakyat akan lebih
berempati jika mereka bekerja secara benar dan penuh canda, tapi canda yang
menyejahtrakan. Sungguh betapa indahnya suatu negara jika pemerintahnya
berusaha maksimal menghibur rakyat, entah menghibur dengan prestasi ataupun
medali.
No comments:
Post a Comment