Tuesday 24 April 2018

Wisuda Segan, Menikah pun Mau


Adit menikah. Kami para pengelola Jejak Kopi dilema. Bingung mau bersikap, antara harus bahagia karena Adit sudah menghabiskan jatah lajangnya atau sedih karena Jejak Kopi kehilangan juru masak. Menentukan sikap di momen seperti ini cukup berat, saya yakin Dilan saja tidak akan kuat. Tapi, sebagai karib yang baik, kami tentu bahagia dan mendukung langkah Adit menikah meski toga belum jadi hal milik. Kami sama sekali tidak mempermasalahkan status mahasiswa Adit. Lagian juga tidak ada hubungan sama sekali antara menikah dan wisuda. Kalau ada mahasiswa yang sudah siap menikah di semester tiga kamu mau apa? Saya juga heran siapa yang pertama kali buat aturan kalau nikah sebelum wisuda itu hal yang ganjil. Lho, kok saya jadi marah?

Kembali ke pernikahan Adit.

Tidak ada momen yang membuat sedih ketika menyaksikan karib seperjuanganmu duduk di pelaminan. Kemarin, dari kursi tamu, saya melihat Adit sumringah sekali duduk di kursi kebesarannya. Hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Ingatan saya langsung memutar masa dua-tiga tahun lalu. Ketika saya masih hidup nomaden, kos Adit adalah tempat terbaik untuk berlindung dari panas dan dingin cuaca Jogja. Meski kamar kosnya masih jauh dari kata manusiawi, tapi saya selalu pulas tidur di sana, bahkan saking pulasnya saya sampai telat ujian.

Kos Adit adalah kenangan, begitu juga dengan masakannya. Dulu, dulu sekali, ketika Jejak Kopi masih belum ada, ia sering kami percayai untuk mengolah sayuran yang ada di kulkas menjadi makanan enak. Meski hasilnya lebih mirip pakan babi, tapi rasa memang tidak pernah bohong. Dan, masakan yang mirip pakan ternak itu selalu ludes, tandas tak tersisa.

Kini, sudah dua minggu Adit menanggalkan spatula kebanggaanya di Jejak Kopi, karena ia harus pulang untuk menyiapkan hari bahagianya. Posisinya sebagai leader chef kemudian diambil alih oleh Ari, chef assistent.

Pernikahan Adit adalah tanda bahwa ia sudah gantung spatula. Hal ini sudah kami risaukan jauh-jauh hari. Kami takut jika masakan Jejak Kopi tidak lagi autentik dan orisinil. Kami juga takut jika pelanggan menjauh satu per satu. Tapi, kami beruntung masih punya Ari, ternyata ia juga sudah jauh-jauh hari menyiapkan diri belajar rahasia masakan dari Adit. Sehingga ketika Adit benar-benar pergi, masakan Jejak Kopi sama sekali tidak berubah, keasliannya masih terjaga. Bahkan sejak Ari beralih posisi jadi chef leader, Jejak Kopi semakin ramai. Kami jadi berpikir, kenapa Adit tidak menikah dari dulu saja? Haha.

Tentu kondisi Jejak Kopi sekarang ini tidak bisa lepas dari sentuhan tangan dingin Adit. Dari tangannya yang berdaki itu tercipta banyak menu baru, yang belum tentu ada di tempat lain, sebut saja omlet sausure, pisang goreng selimut, es jeruk hamoy, jeruk kunci, dan masih banyak lagi, kalau disebut satu per satu nanti status ini lebih mirip daftar menu daripada catatan pernikahan. Jadi kalau mau tahu semuanya, silahkan mampir (malah promosi).

Lia, isteri Adit, tentu tidak akan menyesal sedikitpun menikahi karib saya itu. Sebab, dia tidak perlu lagi repot-repot menyiapkan sarapan, makan siang dan malam, cukup dengan sekali panggilan, "Sayang, aku laper" Adit sudah siap sedia menyuguhkan makanan enak lan bergizi. Begitu juga dengan orangtuanya Lia, mereka tidak perlu risau anaknya dinafkahi makanan tidak sehat, Adit sudah mahir memilah mana makanan yang proteinnya tinggi dan yang tidak. Pokoknya semua urusan pangan sudah beres. Tapi, kalau soal ekonomi saya tidak berani jamin. Haha.

Pasca menikah, Adit akan tinggal di Kalimantan, tempat istirnya bekerja. Kabar ini makin membuat sedih, kami tidak tahu kapan lagi bisa melihat dan mendengar lengkingan spatulanya. Namun, sebagai karib, apapun keputusan Adit, kami hanya bisa berdoa semoga pernikahannya awet dan diberkahi rejeki yang tak terhingga. Amin.

ps: lihat juga status WhatsApp Adit yang saya sertakan skrinsutnya di bawah ini. Marai ngekek, Cuuk.

No comments:

Post a Comment