Monday 23 February 2015

Eksploitasi perempuan dalam iklan rokok

Sejak era enam puluhan isu gender sudah mulai ramai diperbincangkan. Terlebihisu isu mengenai hak dan kesetaraan perempuan yang dimana pada waktu itu perempaun hanya dipandang sebagai pemenuh kebutuhan seksual bagi laki laki saja. Eksploitasi semacam ini jelasmerugikan perempuanbaik dari segi psikologi maupun psikis.  

Tidak hanya didunia nyata seperti kehidupan sehari hari.  Perempuan pun diekploitasi melalui berbagai media seperti,  lagu, film, puisi,  novel. Iklan baik di media cetak maupun elektronik.  Perempuan memang sudah lama menjadi objek bagi kaum patriarki.  Namun baru baru
ini ketimpangan yang terjadi adalah fenomena iklan rokok PT HM Sampoerna yang menggunakan perempuan sebagai objek utama iklanya.  Dengan pose tangan laki laki dipinggang perempuan dan tangan perempuan dipundak laki laki dengan wajah berdekatan dan hampir ciuman.

Jelas ini membantu menyuburkan budaya patrialkal yang berkembang selama ini.  Pengaruh laun pun muncul seperti,  dampak psikologis bagi anak yang melihatnya dan pandangan masyarakat secara umum mematenkan bahwa perempuan memang seharusnya seperti itu. Mengingat kembali perkataan Simone de Beauvoirs dalam bukunya the second sex ia menjelaskan bahwa gender itu adalah hasil konstruksi dari masyarakat dan bukan hal yang terberi (kodrati). 

Melihat pandangan mainstream masyarakat kita mengamini bahwa perempuan sepatutnya mengurusi hal domestik sedangkanaki laki mengurusi hal publik.  Bibit dominasi laki laki yang coba kita musnahkan akan dengan subur tumbuh kembali. Mengingat sudah sering kita mendengar berita mengenai kekerasan laki laki terhadap perempuan. 

Paham gender yang berkembang di indonesia selama ini masih menggunakan kaca mata barat yang jelas secara ideologi maupun budaya berbeda. Pandangan barat yang digunakan tidak akan pernah sejalan dan seirama dengan isu gender yang berkembang di indonesia. Ada perbedaan antara dominasi laki laki dan subordinasi perempuan yang terjadi di dunia barat. Di indonesia, jawa khususnya. Tidak terjadi hal hal yang dipandang oleh barat selama ini. Di jawa, mayoritas kebersamaan dan kesederajatan posisi antara perempuan dan laki laki terjalin erat. Tanpa memandang siapa yang mengurusi urasan publik ataupun domestik. Masyarakat jawa cenderung untuk hidup saling menghormti satu sama lain,  baik kepada istri atau suami. 

Di dalam institusi keluarga istri cenderung sebagai pemimpin dalam mengambil keputusan dan mengatur keuangan keluarga. Perempuan di jawa juga lebih kuat secara mental ataupun fisik dibandingkan laki laki. Perempuan mampu seorang diri merawat serta menafkahi anaknya sedangkan laki laki tidak. Tapi kesetaraan laki laki dan perempuan dalam keluarga ini masih langka di dalam institusi formal. Laki laki masih dipercaya sebagai orang yang mampu memimpin serta mengayomi bawahanya. Perempuan masih jauh dari posisi tersebut.  Ini dikarenakan emosi perempuan yang labil dan pengaruh biologis lainya. 

Pada era 50an sampai 60an perbandingan laki laki dan perempuan yang menempuh jalur akademis masih jauh di bawah laki laki.  Namun memasuki era 2000an ke atas perempuan mengungguli laki laki di sektor pendidikan. Banyaknya dominasi perempuan tidak mampu membawanya dipercaya sebagai pemimpin. 

Perempuan mungkin bangga atas dominasinya di institusi keluargs.  Namun hal ini tidak bertahan berlangsung di institusi formal. 



 hal hal yang berbau bias gender perlu membuat langkah kongkrit untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir hal tersebut. Agar perempuan bisa lebih bebas dalam melakukan passion yang ia suka.  

No comments:

Post a Comment